Rabu, 13 Januari 2010

Habib Umar bin Hafizh

Beliau adalah Al-Imam Al-’Arifbillah Al-Musnid Al-Hafizh Al-Mufassir Al-Habib Umar bin Muhammad bin Hafidh. Beliau adalah al-Habib ‘Umar putera dari Muhammad putera dari Salim putera dari Hafiz putera dari Abd-Allah putera dari Abi Bakr putera Dari‘Aidarous putera dari al-Hussain putera dari al-Shaikh Abi Bakr putera dari Salim putera dari ‘Abd-Allah putera dari ‘Abd-al-Rahman putera dari ‘Abd-Allah putera dari al-Shaikh ‘Abd-al-Rahman al-Saqqaf putera dari Muhammad Maula al-Daweela putera dari ‘Ali putera dari ‘Alawi putera dari al-Faqih al-Muqaddam Muhammad putera dari ‘Ali putera dari Muhammad Sahib al-Mirbat putera dari ‘Ali Khali‘ Qasam putera dari ‘Alawi putera dari Muhammad putera dari ‘Alawi putera dari ‘Ubaidallah putera dari al-Imam al-Muhajir to Allah Ahmad putera dari ‘Isa putera dari Muhammad putera dari ‘Ali al-‘Uraidi putera dari Ja’far al-Sadiq putera dari Muhammad al-Baqir putera dari ‘Ali Zain al-‘Abidin putera dari Hussain sang cucu laki-laki, putera dari pasangan ‘Ali putera dari Abu Talib dan Fatimah al-Zahra puteri dari Rasul Muhammad S.A.W.


Beliau terlahir di Tarim, Hadramaut, salah satu kota tertua di Yaman yang menjadi sangat terkenal di seluruh dunia dengan berlimpahnya para ilmuwan dan para alim ulama yang dihasilkan kota ini selama berabad-abad. Beliau dibesarkan di dalam keluarga yang memiliki tradisi keilmuan Islam dan kejujuran moral dengan ayahnya yang adalah seorang pejuang martir yang terkenal, Sang Intelektual, Sang Da’i Besar, Muhammad bin Salim bin Hafiz bin Shaikh Abu Bakr bin Salim. Ayahnya adalah salah seorang ulama intelektual Islam yang mengabdikan hidup mereka demi penyebaran agama Islam dan pengajaran Hukum Suci serta aturan-aturan mulia dalam Islam. Beliau secara tragis diculik oleh kelompok komunis dan diperkirakan telah meninggal, semoga Allah mengampuni dosa-dosanya. Demikian pula kedua kakek beliau, al-Habib Salim bin Hafiz dan al-Habib Hafiz bin Abd-Allah yang merupakan para intelektual Islam yang sangat dihormati kaum ulama dan intelektual Muslim pada masanya. Allah seakan menyiapkan
kondisi-kondisi yang sesuai bagi al-Habib ‘Umar dalam hal hubungannya dengan para intelektual muslim disekitarnya serta kemuliaan yang muncul dari keluarganya sendiri dan dari lingkungan serta masyarakat dimana ia dibesarkan.


Beliau telah mampu menghafal Al Qur’an pada usia yang sangat muda dan ia juga menghafal berbagai teks inti dalam fiqh, hadith, Bahasa Arab dan berbagai ilmu-ilmu keagamaan yang membuatnya termasuk dalam lingkaran keilmuan yang dipegang teguh oleh begitu banyaknya ulama-ulama tradisional seperti Muhammad bin ‘Alawi bin Shihab dan al-Shaikh Fadl Baa Fadl serta para ulama lain yang mengajar di Ribat, Tarim yang terkenal itu. Maka beliau pun mempelajari berbagai ilmu termasuk ilmu-ilmu spiritual keagamaan dari ayahnya yang meninggal syahid, al-Habib Muhammad bin Salim, yang darinya didapatkan cinta dan perhatiannya yang mendalam pada da’wah dan bimbingan atau tuntunan keagamaan dengan cara Allah s.w.t. Ayahnya begitu memperhatikan sang ‘Umar kecil yang selalu berada di sisi ayahnya di dalam lingkaran ilmu dan dhikr. Namun secara tragis, ketika al-Habib ‘Umar sedang menemani ayahnya untuk sholat Jum‘ah, ayahnya diculik oleh golongan komunis, dan sang ‘Umar kecil sendirian pulang ke rumahnya dengan masih membawa syal milik ayahnya, dan sejak saat itu ayahnya tidak pernah terlihat lagi. Ini menyebabkan ‘Umar muda menganggap bahwa tanggung jawab untuk meneruskan pekerjaan yang dilakukan ayahnya dalam bidang Da‘wah sama seperti seakan-akan syal sang ayah menjadi bendera yang diberikan padanya di masa kecil sebelum beliau mati syahid. Sejak itu, dengan sang bendera dikibarkannya tinggi-tinggi, ia memulai, secara bersemangat, perjalanan penuh perjuangan, mengumpulkan orang-orang, membentuk Majelis-majelis dan da’wah. Perjuangan dan usahanya yang keras demi melanjutkan pekerjaan ayahnya mulai membuahkan hasil. Kelas-kelas mulai dibuka bagi anak muda maupun orang tua di mesjid-mesjid setempat dimana ditawarkan berbagai kesempatan untuk menghafal Al Qur’an dan untuk belajar ilmu-ilmu tradisional.


Ia sesungguhnya telah benar-benar memahami Kitab Suci sehingga ia telah diberikan sesuatu yang khusus dari Allah meskipun usianya masih muda. Namun hal ini mulai mengakibatkan kekhawatiran akan keselamatannya dan akhirnya diputuskan beliau dikirim ke kota al-Bayda’ yang terletak di tempat yang disebut Yaman Utara yang menjadikannya jauh dari jangkauan mereka yang ingin mencelakai sang sayyid muda.
Disana dimulai babak penting baru dalam perkembangan beliau. Masuk sekolah Ribat di al-Bayda’ ia mulai belajar ilmu-ilmu tradisional dibawah bimbingan ahli dari yang Mulia al-Habib Muhammad bin ‘Abd-Allah al-Haddar, semoga Allah mengampuninya, dan juga dibawah bimbingan ulama mazhab Shafi‘i al-Habib Zain bin Sumait, semoga Allah melindunginya. Janji beliau terpenuhi ketika akhirnya ia ditunjuk sebagai seorang guru tak lama sesudahnya. Ia juga terus melanjutkan perjuangannya yang melelahkan dalam bidang Da‘wah.

Kali ini tempatnya adalah al-Bayda’ dan kota-kota serta desa-desa disekitarnya. Tiada satu pun yang terlewat dalam usahanya untuk mengenalkan kembali cinta kasih Allah dan Rasul-Nya s.a.w pada hati mereka seluruhnya. Kelas-kelas dan majelis didirikan, pengajaran dimulai dan orang-orang dibimbing. Usaha beliau yang demikian gigih menyebabkannya kekurangan tidur dan istirahat mulai menunjukkan hasil yang besar bagi mereka tersentuh dengan ajarannya, terutama para pemuda yang sebelumnya telah terjerumus dalam kehidupan yang kosong dan dangkal, namun kini telah mengalami perubahan mendalam hingga mereka sadar bahwa hidup memiliki tujuan, mereka bangga
dengan indentitas baru mereka sebagai orang Islam, mengenakan sorban/selendang Islam dan mulai memusatkan perhatian mereka untuk meraih sifat-sifat luhur dan mulia dari Sang Rasul Pesuruh Allah S.A.W.


Sejak saat itu, sekelompok besar orang-orang yang telah dipengaruhi beliau mulai berkumpul mengelilingi beliau dan membantunya dalam perjuangan da‘wah maupun keteguhan beliau dalam mengajar di berbagai kota besar maupun kecil di Yaman Utara. Pada masa ini, beliau mulai mengunjungi banyak kota-kota maupun masyarakat diseluruh Yaman, mulai dari kota Ta’iz di utara, untuk belajar ilmu dari mufti Ta‘iz al-Habib Ibrahim bin Aqil bin Yahya yang mulai menunjukkan pada beliau perhatian dan cinta yang besar sebagaimana ia mendapatkan perlakuan yang sama dari Shaikh al-Habib Muhammad al-Haddar sehingga ia memberikan puterinya untuk dinikahi setelah menyaksikan bahwa dalam diri beliau terdapat sifat-sifat kejujuran dan kepintaran yang agung.


Tak lama setelah itu, beliau melakukan perjalanan melelahkan demi melakukan ibadah Haji di Mekkah dan untuk mengunjungi makam Rasul s.a.w di Madinah. Dalam perjalanannya ke Hijaz, beliau diberkahi kesempatan untuk mempelajari beberapa kitab dari para ulama terkenal disana, terutama dari al-Habib ‘Abdul Qadir bin Ahmad al-Saqqaf yang menyaksikan bahwa di dalam diri ‘Umar muda, terdapat semangat pemuda yang penuh cinta kepada Allah dan Rasul-Nya s.a.w dan sungguh-sungguh tenggelam dalam penyebaran ilmu dan keadilan terhadap sesama umat manusia sehingga beliau dicintai al-Habib Abdul Qadir salah seorang guru besarnya. Begitu pula beliau diberkahi untuk menerima ilmu dan bimbingan dari kedua pilar keadilan di Hijaz, yakni al-Habib Ahmed Mashur al-Haddad dan al-Habib ‘Attas al-Habashi.Sejak itulah nama al-Habib Umar bin Hafiz mulai tersebar luas terutama dikarenakan kegigihan usaha beliau dalam menyerukan agama Islam dan memperbaharui ajaran-ajaran awal yang tradisional. Namun kepopuleran dan ketenaran yang besar ini tidak sedikitpun mengurangi usaha pengajaran beliau, bahkan sebaliknya, ini menjadikannya mendapatkan sumber tambahan dimana tujuan-tujuan mulia lainnya dapat dipertahankan. Tiada waktu yang terbuang sia-sia, setiap saat dipenuhi dengan mengingat Allah dalam berbagai manifestasinya, dan dalam berbagai situasi dan lokasi yang berbeda. Perhatiannya yang mendalam terhadap membangun keimanan terutama pada mereka yang berada didekatnya, telah menjadi salah satu dari perilaku beliau yang paling terlihat jelas sehingga membuat nama beliau tersebar luas bahkan hingga sampai ke Dunia Baru.

Negara Oman akan menjadi fase berikutnya dalam pergerakan menuju pembaharuan abad ke-15. Setelah menyambut baik undangan dari sekelompok Muslim yang memiliki hasrat dan keinginan menggebu untuk menerima manfaat dari ajarannya, beliau meninggalkan tanah kelahirannya dan tidak kembali hingga beberapa tahun kemudian. Bibit-bibit pengajaran dan kemuliaan juga ditanamkan di kota Shihr di Yaman timur, kota pertama yang disinggahinya ketika kembali ke Hadramaut, Yaman. Disana ajaran-ajaran beliau mulai tertanam dan diabadikan dengan pembangunan Ribat al-Mustafa. Ini merupakan titik balik utama dan dapat memberi tanda lebih dari satu jalan, dalam hal melengkapi aspek teoritis dari usaha ini dan menciptakan bukti-bukti kongkrit yang dapat mewakili pengajaran-pengajaran di masa depan. Kepulangannya ke Tarim menjadi tanda sebuah perubahan mendasar dari tahun-tahun yang ia habiskan untuk belajar, mengajar, membangun mental agamis orang-orang disekelilingnya, menyebarkan seruan dan menyerukan yang benar serta melarang yang salah.

Dar-al-Mustafa menjadi hadiah beliau bagi dunia, dan di pesantren itu pulalah dunia diserukan. Dalam waktu yang dapat dikatakan demikian singkat, penduduk Tarim akan menyaksikan berkumpulnya pada murid dari berbagai daerah yang jauh bersatu di satu kota yang hampir terlupakan ketika masih dikuasai para pembangkang komunis.


Murid-murid dari Indonesia, Malaysia, Singapura, Kepulauan Comoro, Tanzania, Kenya, Mesir, Inggris, Pakistan, Amerika Serikat dan Kanada, juga negara-negara Arab lain dan negara bagian di Arab akan diawasi secara langsung oleh Habib Umar. Mereka ini akan menjadi perwakilan dan penerus dari apa yang kini telah menjadi perjuangan asli demi memperbaharui ajaran Islam tradisional di abad ke-15 setelah hari kebangkitan.

Berdirinya berbagai institusi Islami serupa di Yaman dan di negara-negara lain dibawah manajemen al-Habib Umar akan menjadi sebuah tonggak utama dalam penyebaran Ilmu dan perilaku mulia serta menyediakan kesempatan bagi orang-orang awam yang kesempatan tersebut dahulunya telah dirampas dari mereka.


Habib ‘Umar kini tinggal di Tarim, Yaman dimana beliau mengawasi perkembangan di Dar al-Mustafa dan berbagai sekolah lain yang telah dibangun dibawah manajemen beliau.
Beliau masih memegang peran aktif dalam penyebaran agama Islam, sedemikian aktifnya sehingga beliau meluangkan hampir sepanjang tahunnya mengunjungi berbagai negara diseluruh dunia demi melakukan kegiatan-kegiatan mulianya.
Continue Reading...

Kebenaran Yang Harus Anda Ketahui

Al-Imâm al-Hâfizh Abu Hafsh Ibn Syahin, salah seorang ulama terkemuka yang hidup sezaman dengan al-Imâm al-Hâfizh ad-Daraquthni (w 385 H), berkata:

“Ada dua orang saleh yang diberi cobaan berat karena adanya orang-orang yang sangat buruk dalam akidahnya, lalu mereka menyandarkan akidah buruk itu kepada keduanya, padahal keduanya terbebas dari akidah buruk tersebut. Kedua orang itu adalah Ja’far ibn Muhammad dan Ahmad ibn Hanbal” (Dikutip oleh al-Hâfizh Ibn Asakir dalam Tabyîn Kadzib al-Muftarî dengan rangkaian sanad-nya dari al-Hâfizh Ibn Syahin).

Orang pertama, yaitu al-Imâm Ja’far ash-Shadiq ibn al-Imâm Muhammad al-Baqir ibn al-Imâm Ali Zayn al-Abidin ibn al-Imâm asy-Syahid al-Husain ibn al-Imâm Ali ibn Abi Thalib, beliau adalah orang saleh yang dianggap oleh kaum Syi’ah Rafidlah sebagai Imam mereka. Seluruh keyakinan buruk yang ada di dalam ajaran Syi’ah ini mereka sandarkan kepadanya, padahal beliau sendiri sama sekali tidak pernah berkeyakinan seperti apa yang mereka yakini.
Orang ke dua adalah al-Imâm Ahmad ibn Hanbal, salah seorang Imam madzhab yang empat, perintis madzhab Hanbali. Kesucian ajaran dan madzhab yang beliau rintis telah dikotori oleh orang-orang Musyabbihah yang mengaku sebagai pengikut madzhabnya. Mereka banyak melakukan kedustaan-kedustaan dan kebatilan-kebatilan atas nama Ahmad ibn Hanbal, seperti akidah tajsîm, tasybîh, anti takwil, anti tawassul, anti tabarruk, dan lainnya, yang sama sekali itu semua tidak pernah diyakini oleh al-Imâm Ahmad sendiri. Terlebih di zaman sekarang ini, madzhab Hanbali dapat dikatakan telah “hancur” karena dikotori oleh orang-orang yang secara dusta mengaku sebagai pengikutnya, siapa lagi kalau bukan kaum Wahhabi.

Siapa Ahlussunnah Wal Jama’ah?
al-‘Arif Billah al-Imam as-Sayyid Abdullah ibn ‘Alawi al-Haddad (w 1132 H), Shahib ar-Ratib, dalam karyanya berjudul Risalah al-Mu’awanah, h. 14, menuliskan:

“Hendaklah engkau memperbaiki akidahmu dengan keyakinan yang benar dan meluruskannya di atas jalan kelompok yang selamat (al-Firqah an-Najiyah). Kelompok yang selamat ini di antara kelompok-kelompok dalam Islam adalah dikenal dengan sebutan Ahlussunnah Wal Jama’ah. Mereka adalah kelompok yang memegang teguh ajaran Rasulullah dan para sahabatnya. Dan engkau apa bila berfikir dengan pemahaman yang lurus dan dengan hati yang bersih dalam melihat teks-teks al-Qur’an dan Sunnah-Sunnah yang menjelaskan dasar-dasar keimanan, serta melihat kepada keyakinan dan perjalanan hidup para ulama Salaf saleh dari para sahabat Rasulullah dan para Tabi’in, maka engkau akan mengetahui dan meyakini bahwa kebenaran akidah adalah bersama kelompok yang dinamakan dengan al-Asy’ariyyah. Sebuah golongan yang namanya dinisbatkan kepada asy-Syaikh Abu al-Hasan al-Asy’ari -Semoga rahmat Allah selalu tercurah baginya-. Beliau adalah orang yang telah menyusun dasar-dasar akidah Ahl al-Haq dan telah memformulasikan dalil-dalil akidah tersebut. Itulah akidah yang disepakati kebenarannya oleh para sahabat Rasulullah dan orang-orang sesudah mereka dari kaum tabi’in terkemuka. Itulah akidah Ahl al-Haq setiap genarasi di setiap zaman dan di setiap tempat. Itulah pula akidah yang telah diyakini kebenarannya oleh para ahli tasawwuf, sebagaimana telah dinyatakan oleh Abu al-Qasim al-Qusyairi dalam pembukaan Risalah-nya (ar-Risalah al-Qusyairiyyah). Itulah pula akidah yang telah kami yakini kebenarannya, serta merupakan akidah seluruh keluarga Rasulullah yang dikenal dengan as-Sadah al-Husainiyyin, yang dikenal pula dengan keluarga Abi ‘Alawi (Al Abi ‘Alawi). Itulah pula akidah yang telah diyakini oleh kakek-kakek kami terdahulu dari semenjak zaman Rasulullah hingga hari ini. Adalah al-Imam al-Muhajir yang merupakan pucuk keturunan dari as-Sadah al-Husainiyyin, yaitu as-Sayyid asy-Syaikh Ahmad ibn ‘Isa ibn Muhammad ibn ‘Ali Ibn al-Imam Ja’far ash-Shadiq -semoga ridla Allah selalu tercurah atas mereka semua-, ketika beliau melihat bermunculan berbagai faham bid’ah dan telah menyebarnya berbagai faham sesat di Irak maka beliau segera hijrah dari wilayah tersebut. Beliau berpindah-pindah dari satu tempat ke tampat lainnya, dan Allah menjadikannya seorang yang memberikan manfa’at di tempat manapun yang beliau pijak. Hingga pada akhirnya beliau sampai di tanah Hadramaut Yaman dan menetap di sana hingga beliau meninggal. Allah telah menjadikan orang-orang dari keturunannya sebagai orang-orang banyak memiliki berkah, hingga sangat banyak orang yang berasal dari keturunannya dan dikenal sebagai orang-orang ahli ilmu, ahli ibadah, para wali Allah dan orang-orang ahli ma’rifat. Sedikitpun tidak menimpa atas semua keturunan Al-Imam agung ini sesuatu yang telah menimpa sebagian keturunan Rasulullah dari faham-faham bid’ah dan mengikuti hawa nafsu yang menyesatkan. Ini semua tidak lain adalah merupakah berkah dari keikhlasan al-Imam al-Muhajir Ahmad ibn ‘Isa dalam menyebarkan ilmu-ilmunya, yang karena untuk tujuan itu beliau rela berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain untuk menghindari berbagai fitnah. Semoga Allah membalas baginya dari kita semua dengan segala balasan termulia, seperti paling mulianya sebuah balasan dari seorang anak bagi orang tuanya. Semoga Allah mengangkat derajat dan kemulian beliau bersama orang terdahulu dari kakek-kakeknya, hingga Allah menempatkan mereka semua ditempat yang tinggi. Juga semoga kita semua dipertemukan oleh Allah dengan mereka dalam segala kebaikan dengan tanpa sedikitpun dari kita terkena fitnah. Sesungguhnya Allah maha pengasih. Dan ketahuilah bahwa akidah al-Maturidiyyah adalah akidah yang sama dengan akidah al-Asy’ariyyah dalam segala hal yang telah kita sebutkan”.

Al-Imam al-Hafizh Muhammad Murtadla az-Zabidi (w 1205 H), dalam pasal ke dua pada Kitab Qawa’id al-‘Aqa’id dalam kitab syarah Ihya’ berjudul Ithaf as-Sadah al-Muttaqin Bi Syarh Ihya’ ‘Ulumiddin, j. 2, h. 6, menuliskan:

“Jika disebut nama Ahlussunnah Wal Jama’ah maka yang dimaksud adalah kaum Asy’ariyyah dan kaum Maturidiyyah”.
Continue Reading...

Pesan dari Habib Munzir

Malam ini aku tersandar di pembaringan dan terpaku bertafakkur…, airmata terus mengalir, alangkah lemahnya hamba ini menghadapi gelombak ombak…
Dihadapanku acara esok malam di monas, sedangkan acara malam minggu membuat dadaku pecah, ketika sakit dikepala belakangku kambuh, dan sakitnya terasa seluruh urat panas membara sampai ke kuku dan tulang… dan puncak sakitnya adalah di kepala bagian belakang…
Malam minggu biasanya kutemui 15-20 ribu muslimin, namun tubuh yg sudah rapuh ini terus merangkak menuju majelis yg kukira akan menemui jamaah yg lebih banyak..
Ternyata yg kutemui hanya sekitar 300 orang saja, serasa meledak dadaku karena sedih dan menahan sakit, ingin rasanya kujatuhkan tubuhku dipangggung dan terserah apa yg akan terjadi..
Dg tubuh yg terus menahan sakit aku bertahan, mataku nanar dan panas, wajah dan telinga serasa menjadi tebal bagai ditampar berkali kali.. keluhan sakit adalah sebab peradangan otak yg terus menjadi jadi
Aku terus menoleh kekiri dan kanan, berharap para kekasihku datang berbondong bondong meramaikan acara, namun hanya beberapa puluh saja duduk di shaf, dan sisanya belasan orang berdiri disekitar panggung…, gelombang jamaah tidak tiba juga, tak lama tiba konvoi pun mungkin hanya 50 orang saja
Aku terhenyak, kepalaku semakin sakit, seluruh tubuhku seakan berteriak kesakitan tak kuasa menahan sakitnya.. Allah.. Allah,..Allah… wahai tubuh penuh dosa kau harus bertahan…
Ceramah selesai ,, acara ditutup, aku melangkah ke mobil dg lemah dan ingin kuteriakkan pada semua orang jangan satupun menyentuh kulitku karena sangat terasa sakitnya.. namun aku harus menerima nasibku untuk dikerubuti, mereka datang dan setia padaku.., mereka orang orang berjiwa Muhammad saw, aku tak boleh kecewakan mereka
Aku membatin memandangi jumlah yg sangat sedikit dihadapan panggung besar dan lapangan bola ini……….. 12 tahun aku berdakwah, inilah hasil dakwahku, sisanya adalah buih di lautan..
Sampai dimarkas kerebahkan tubuh penuh derita dg hati yg hancur, ketika mata hampir terlelap maka aku terhentak bagai dibentak syaitan, esok malam acara monas, bagaimana nasibmu munzir….!, adakah akan seperti ini ini…????, hujan akan turun dank au terpaku kecewa dihadapan guru mulia..???
Aku bagai tersengat stroom tegangan tinggi, menangis sekeras kerasnya… sakit dikepalaku sudah tak tertahan, jika kuhantamkan kepala ini ke tembok hingga kepala ini hancur tdak akan terasa sakitnya karena sudah dikalahkan oleh sakit yg jaub lebih berat..
Tubuhku gemetar, lalu aku berkata : ainiy, bantu aku membuka jubah dan sorbanku dan gamisku, bantu aku rebah, ini sudah larut malam, makanan apa yg ada ainiy?, saya lapar, dan perlu makan sedikit untuk makan obat, ia berkata : jam segini wahai habib sudah tdk ada apa2, banyak restoran padang dan penjual makanana masih tutup pula karena liburan panjang..,
Baiklah, buatkan indomi saja, sekedar pengganjal untuk makan obat..
Prof sudah mengatakan, jika sakit di kepala tak mau hilang dg obat penahan sakit yg saya berikan, habib harus segera ke rscm untuk suntik otak…
Berkali kali memang ia menembuskan jarum sepanjang hampir 15cm itu kedalam otakku sedalam dalamnya.. ah,,, tidak ada waktu untuk opname.. aku harus bertahan…
Dihadapankau acara monas,pasrah pada Allah.. lalu saat mata hampir terpejam pikiranku dihentakkan lagi dg beban berikutnya, 12 rabiul awal pada 26 februari…., bulan depan…!!!, lalu kedatangan guru mulia pada sekitar maret….!!, mestilah ada acara akbar pula..!, lalu 27 rajab isra mikraj..!, lalu nisfu sya;ban..!!, lalu badr pada pertengahan ramadhan..!!, lalu habisnya massa kontrak markas MR dibulan juni…
Aku teringat mimpiku beberapa minggu yg lalu, aku berdiri dg pakaian lusuh bagai kuli yg bekerja sepanjang hari, dihadapanku Rasulullah saw berdiri di pintu kemah besar dan megah, seraya bersabda : "semua orang tak tega melihat kau kelelahan wahai munzir, aku lebih tak tega lagi…, kembalilah padaku, masuklah kedalam kemahku dan istirahatlah…
Ku jenguk dalam kemah mewah itu ada guru mulia, seraya berkata :kalau aku bisa keluar dan masuk kesini kapan saja, tapi engkau wahai munzir jika masuk kemah ini kau tak akan kembali ke dunia..
Maka Rasul saw terus mengajakku masuk, "masuklah.. kau sudah kelelahan.., kau tak punya rumah di dunia(memang saya hingga saat ini masih belum punya rumah) , tak ada rumah untukmu di dunia, karena rumahmu adalah disini bersamaku.., serumah denganku.., seatap dg ku…, makan dan mium bersamaku .. masuklah,,,
Lalu aku berkata : lalu bagaimana dg Fatah Jakarta? (Fatah tegaknya panji kedamaian Rasul saw), maka beberapa orang menjawab dibelakangku : wafatmu akan membangkitkan ribuan hati utk meneruskan cita citamu,..!!, masuklah,,,!
Lalu malaikat Izrail as menggenggamku dari belakang, ia memegang dua pundakku, terasa seluruh uratku sudah digenggamannya, seraya berkata : mari… kuantar kau masuk.. mari…
Maka kutepis tangannnya, dan aku berkata, saya masih mau membantu guru mulia saya…, maka Rasul saw memerintahkan Izrail as untuk melepaskanku..
Aku terbangun…
Semalam ketika aku rebah dalam kegelapan kulihat dua tamu bertubuh cahaya, namun wajahnya tidak bertentuk kecuali hanya cahaya, ia memperkenalkan bahwa ia adalah Izrail as..
Kukatakan padanya : belum… belum.. aku masih ingin bakti pada guru muliaku.. pergilah dulu, maka ia pun menghilang raib begitu saja
Tahun 1993 aku bermimpi berlutut dikaki Rasul saw, menangis rindu tak kuat untuk ingin jumpa, maka Sang Nabi saw menepu pundakku… tenang dan sabarlah..sebelum usiamu mencapaii 40 tahun kau sudah kumpul bersamaku"
Usia saya kini 37 tahuh pada 23 feb 73, dan usia saya 38 tahun pada 19 muharram ini.

Peradangan otak ini adalah penyakit terakhirku, aku senang wafat dg penyakit ini, karena Rasul saw beberapa bulan sebelum wafatnya terus nebgeluhkan sakit kepala..
Salam rinduku untuk kalian semua jamaah Majelis Rasulullah saw kelak, jika terjadi sesuatu padaku maka teruskan perjuanganku.. ampuni kesalahanku.., kita akab jumpa kelak dg perjumpaan yg abadi..
Amiin..
Kalau usiaku ditakdirkan lebih maka kita terus berjuang semampunya, tapi mohon jangan siksa hari hariku.. hanya itu yg kuminta..

=========================
nb: mksd dari jgn siksa hari2ku adalah selalu selepas beliau ceramah, jamaah selalu mengerubuti untuk salaman sampai desak2an. hal itu membuat beliau kadang sakit, ditambah penyakit yg bersarang di tubuhnya.
Continue Reading...

Senin, 30 November 2009

Abdullah bin Khudzafah “Keimanan Kukuh Laksana Baja”

“Masuklah ke agamaku, kau akan kubebaskan,” demikian kata raja romawi kepada Abdullah bin Khudzafah. Namun, meski sudah jadi tawanan musuh, dan permintan itu diajukan berkali-kali, Abdullah yang masih lajang, selalu menolak keras iming-iming tersebut. Padahal kalau dia mau , bukan hanya kebebasan, kekuasaan pun akan diberikan kepadanya. Dalam suatu pertempuran antara tentara muslim dan tentara romawi di zaman pemerintahan khalifah Umar bin Khattab, tentara muslimin mengalami kekalahan, dan beberapa orang menjadi tawanan. Namun, kekalahan itu bukan berarti tanpa perlawanan. Demikian sengitnya perjuangan tentara muslimin, terutama dalm menerapkan taktik dan strategi, membuat panglima tentara romawi berdecak kagum. Keteguhan dan keberanian menghadapi maut sungguh luar biasa. Hal itu kemudian dilaporkan kepada rjaa romawi.

Bedasar laporan itu, raja romawi ingin mengintrogasi sendiri para tawanan. Maka diperintahkan agar para tawanan tentara Islam dihadapkan kepadanya. Ketika tiba giliran Abdullah, ia pun di seret ke depan raja dalam kondisi badan lusuh terborgol dengan rantai. Kepada setiap tawanan, raja mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya membuat kagum terhadap tentara muslim. Ketika mengintrogasi Abdullah, raja makin kagum atas kecerdasannya yang terpantul dari jawaban yang keluar dari mulut Abdullah. Maka diajukan tawaran kepada anak muda ini untuk masuk ke agamanya.
“Masuklah ke agamaku, kau akan kubebaskan,” kata raja.
Abdullah tidak segera menjawab. Tapi itu bukan berarti dia ragu atau tertarik dengan iming-iming tersebut. Raja dibuat terkesima dengan jawaban Abdullah. “Apa pun yang akan tuan berikan kepada saya, saya tidak tertarik.”

Mungkin sang raja sudah terkesima kepada tawannya itu, ia menambah iming-imingnya. Tidak hanya kebebasan, melainkan bahwa dengan kekuasaan. “Masuklah ke agamaku, kau akan kuberi separu kekuasaanku,” katanya. Dengan ini dia berharp tawannya itu akan tergiur. Namun, Abdullah tetap teguh pada pendirian, ia menolak. “Demi Allah, andaikan seluruh kekuasaanmu kau berikan kepadaku, aku tetap menolak tawaranmu itu,” jawab Abdullah tegas. Merasa tawarannya ditolak mentah-mentah oleh musuh yang sudah tak berdaya itu, dengan jengkel raja berkata, “Kalau begitu, kamu akan aku bunuh.”

“Lakukanlah,” jawab Abdullah mantap. Dia pasrah ke haribaan Allah SWT menghadapi semuanya. Melihat ketenangan Abdullah, raja tetap berusaha agar ia bersedia masuk agamanya. Dicarinya akal untuk menakut-nakuti Abdullah. Setelah berpikir sejenak, raja menyuruh tentaranya menyalib Abdullah dan menghujaninya dengan anak panah. “Namun jangan sampai mengenai badannya,” perintah raja keada tentaranya. Raja ingin tahu ketahanan nyali Abdullah. Ketika anak panah berdesingan di sekitar tubuhya, Abdullah yang dalam kondisi lemah dan pasrah pada kekuasaan Allah, lagi-lagi mendengar bujukan raja romawi agar mau pindah agama. Ia bergeming, “Aku lebih memilih mati menemui Tuhanku daripada menerima agamamu,” katanya.

Melihat ketegaran Abdullah, raja memerintahkan agar ia dikembalikan kepenjara. Kali itu ia tidak diberi makan dan minum. Ketika Abdullah benar-benar dalam keadaan kelaparan dan kehausan, disodorkan arak dan daging babi. Namun, meski sebenarnya kedua santapan itu halal bagi orang yang dalam keadaan terpaksa, ia tidak menjamahnya, apalagi menyantapnya. Kepada penjaganya, Abdullah berkata, “Demi Allah, aku tahu arak dan daging babi ini sebenarnya halal bagiku, tetapi aku tidak ingin menyenangkan mereka dengan memakan hidangan itu,” kata Abdullah. Hal itu lantas dilaporkan oleh raja. Raja kemudian mengirimkan perempuan penggoda ke dalam sel Abdullah. Namun ia, yang sudah berusaha setengah mati menggoda Abdullah, juga menyerah. “Aku tidak tahu apakah orang itu manusia atau seenggok batu,” katanya.

Akhirnya raja benar-benar putus asa. Kemudian ia menghadapkan Abdullah kesebuah tungku perapian yang di atasnya terjerang wajan dengan minyak yang mendidih. Raja memerintahkan tentaranya agar memasukkan seorang tawanan muslim kedalam tungku itu. Hanya dalam waktu singkat badan orang itu lumat dan tulang belulangnya mengambang di permukaan. Sadis sekali! Namun lagi-lagi usaha itu gagal melemahkan keteguhan hati Abdullah agar bersedia murtad. Karena itu, raja memerintahkan agar Abdullah diceburkan kedalam wajan itu. Ketika Abdullah digiring mendekati tungku dan merasakan panasnya api, tampak air mata meleleh di pipinya. Raja yang melihat itu, melihat usahanya akan tercapai, Karena menduga Abdullah ketakutan.

“Masuklah ke agamaku, tawaranku tetap berlaku bagimu,” kata raja. “Tidak” jawab Abdullah. “kenapa kamu menangis?” Tanya raja. “Aku menangis bukan karena takut,” jawab Abdullah. “Tapi karena aku hanya memiliki satu nyawa sehingga aku langsung mati ketika dimasukkan kedalam wajan itu. Demi Allah, aku ingin memiliki seratus nyawa yang semuanya kugunakan untuk mati dijalan Allah seperti kematian yang akan aku hadapi ini.”

“Orang ini memang sulit aku ditundukan,” kata raja dalam hati. “Dia mempunyai Tuhan, yang menyebabkan hatinya menjadi seperti baja.” Kalau begitu ciumlah keningku , kau akan kubebaskan bersama semua tawanan muslim, kata raja kemudian. Abdullah lalu mencium kening raja. Setelah itu, raja menyuruh membebaskan semua tawanan tentara muslim.

La ilaha Illallah Muhammad Rasulullah, Subhanallah…

Semoga bermanfaat…
Continue Reading...

Minggu, 29 November 2009

Ali Zaenal Abidin “Ahlul Bayt Yang Tersisa”

Pada suatu hari, terdengar seseorang menangis seraya menggumamkan kalimat, la ilaha illallah haqqan haqqa. La ilah illallah ta’abudan wa riqqa. La ilaha illallah imanan wa shidqa… (“Tidak ada tuhan kecuali Allah, yang sebenar-benarnya, dengan penuh penghambaan dan kelembutan hati. Tidak ada tuhan kecuali Allah, dengan keimanan dan ketulusan.”). Ya Sayyiidi, kata seseorang dari belakang menegur, “apakah belum juga datang waktunya dukamu berhenti dan tangismu berkurang?”,“Bagaimana engkau ini, Yaqub bin Ishaq adalah nabi dan putra nabi. Ia punya dua belas putra. Seorang diantara mereka menghilang dan Yaqub menderita. Matanya buta karena sering menangis dan rambutnya beruban. Padahal, anak yang ditangisinya masih hidup di dunia. Aku melihat ayahku, saudaraku, dan tujuh belas saudaraku dibantai didepanku. Mungkinkah hilang dukaku dan berkurang tangisku?” jawabnya, seraya kembali bersujud melafalkan asma Allah.

Siapakah laki-laki itu? Tak lain adalah Sayyidina Ali bin Husain yang lebih dikenal dengan julukannya, Ali Zaenal Abidin. Ia adalah cicit Rasulullah SAW, satu-satunya keturunan Sayyidina Husain bin Ali bin Abi Thalib yang selamat dalam peristiwa Karbala, Irak, 10 Muharram 61 H (680M). Kala itu, usianya masih belia, 11 tahun dan sedang sakit keras. Ia menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana keluarganya dibantai dengan sadis oleh tentara Yazid bin Muawiyah, khalifah Bani Umayyah. Tunas muda keturunan Rasulullah SAW pun berguguran, yang tersisa hanya kaum hawa dan anak-anak. Pakaian mereka penuh dengan darh para syuhada, sementara pakian penutup wajah mereka compang-camping direnggut tentara musuh.

Ia teringat, sore itu, tepatnya hari senin, pada saat matahari padang pasir Karbala yang garang mulai terbenam. Mata lembut ayahnya, Sayyidina Husain, memandangnya. Syuhada itu lalu berkata, “Anakku, sesungguhnya segala urusan kembali kepada Allah Yang Mahabesar. Semua yang hidup akan menempuh jalan sepertiku.” Hatinya serasa disayat sembilu. Ingin rasanya ikut berjuang menghalau tentara Bani Umayyah yang sedang mengepung mereka berhari-hari. Ingin rasanya menghapus dahaga yang menyrang rombongannya, karena sumber air sungai Furat, dikuasai tentara lawan. Tapi, apa daya, tubunya lemas.

Ia juga teringat saat bibinya, Sayyidh Zainab, berkata kepada ayahnya: “Wahai saudaraku, sejelek-jelek kehidupan adalah hari ini. Pada hari ini, wafatlah kakekku: Al-Musthafa SAW, ibuku: Fatimah RA, ayahku: Ali RA, dan kakaku: hasan RA.” Dengan lembut ayahnya mengingatkan, “Adikku, jangan sampai setan menghilangkan kesabaranmu.” Lalu bibinya jatuh pingsan. Ayahnya segera mendekat dan menuangkan air di wajah bibinya sampai sadar kembali. Takutlah kepada Allah, wahai adikku. Bersabarlah, ketahuilh bahwa semua penghuni bumi akan mati. Segela sesuatu akan binasa, kecuali Allah SWT. Kakekku, ayahku, ibuku dan saudaraku semuanya telah wafat. Kakekku lebih baik daripada aku. Ayahku lebih baik daripada aku. Ibuku lebih baik daripada aku. Saudaraku lebih baik daripada aku. Mereka semua lebih bik daripada aku. Rasulullah SAW adalah teladan bagiku, bagi mereka, dan bagi setiap muslim. Maka, jangan sampai setan melenyapkan kesabaranmu,” kat Sayyidina Husain menghibur hati adik perempuannya itu.

Saat itu, yakinlah Ali Zaenal Abidin bahwa ayah yang sangat ia cintai dan hormati telah bertekad bulat untuk memperoleh syahid sebentar lagi. Benar saja, tak berapa lama Ali mendengar, ayahnya, juga saudara kandungnya, Abdullah bin Husain, serta banyak kaum muslimin dalam rombongannya, telah syahid. Jantungnya berdegup kencang. Lebih-lebih lagi saat ia mendengar betapa pasukan Ibnu Ziyad membunuh orang-orang yang dikasihinya. Mereka membidik tubuh Abdullah bin Husain, saudara kandungnya, dengan panah saat hendak menciduk air Sungai Furat untuk melepas dahaga yang menyiksanya. Abdullah tewas tepat di hadapan ayahnya, Sayyidina Husain. Begitu pula sang ayah, dibunuh dengan cara yang tak kalah kejamnya. Pipinya dipanah hingga berlumuran darah saat hendak meraih air minum. Kemudian, tubuhnya ditusuk dengan pedang, hingga akhirnya tentara musuh bernama Syammar bin Ziljausan menyergap dan memenggal leher orang yang sangat dikasihi Rasulullah SAW itu hinnga putus. Belum puas, tentara musuh itu membantai tubuh yang sudah tak bernyawa itu beramai-ramai.

Air mata Ali Zaenal Abidin mengalir deras. Nafasnya memburu. Jantungnya pun berdegup makin cepat. Ia tak menyangka sungguh biadab perbuatan pasukan yang diperintahkan oleh penguasa Bani Ummayah, Yazid bin Muawiyah itu. Mereka membantai keluarga Rasulullah SAW dan pengikutnya tanpa welas asih. Ia sendiri nyaris terbunuh, kalau saja bibinya tidak menghalangi pasukan musuh yang sudah siap menghunuskan pedang tepat di jantungnya. Dengan susah payah, Ali meminta kepada bibinya untuk dibekali tongkat dan pedang, agar bisa membela ayahnya dan gugur bersamanya. Ia butuh tongkat untuk bersandar dan pedang untuk berperang. Namun, sang bibi mencegah dengan alasan sakit yang dideritanya sangat parah. Itulah cara Allah SWT menyelamatkan nyawa Ali dan memelihara keturunan Sayyidina Husain.

Sejarah kehidupan Ali memang sangat menakjubkan. Sejak kecil sudah menanggung beban hidup yang berat. Lhir pada hari Kamis, 5 Syaban, 38 H (659 M), pada masa pemerintahan kakeknya, Ali bin Abi Thalib, dari rahim putrid Khosru Yasdajird II dari Dinasti Sasanid II di Persia (sekarang Iran) yang dibawa oleh pasukan muslim ke Madinah setelah mereka membebaskan Persia dari bangsa Romawi. Ibunya wafat beberapa hari setelah melahirkannya karena sakit panas sewaktu nifas. Oleh keluarganya, ia dipanggil Ali Asghar, karena dua saudaranya yang lain juga bernama Ali. Masing-masing mempunyai panggilan sendiri, yaitu Ali Akbar dan Ali Ausath. Saudaranya yang lain bernama Abdullah dan tiga saudarinya ialah Zaenab, Sakinah, dan Fatimah. Semua saudaranya terbunuh, kecuali dirinya.

Sejak kecil Ali sudah belajar berbagai macam ilmu. Ia menghafalkan dan mempelajari Al-Quran, hadits, dan fiqih kepada ayahnya, serta para sahabat Rasulullah SAW dan tabi’in lain. Ia belajar dari mereka, ia juga menukil ilmu dari istri-istri buyutnya, Rasulullah SAW, yaitu Shafiyah, Aisyah, dan Ummu Salamah. Ia menapaki jalan para imam dengan cepat. Dn kelak para ulama merujuk kepadanya dalam hal pendapat dan ijtihad, dalam menguatkan dan menshahihkan suatu pendapat, karena banayaknya apa yang didengar, dihafal, dipikirkan dan disimpulkan oleh Ali Zaenal Abidin.

Setelah pertempuran Karbala usai, pasukan musuh lalu menggiring Ali bin Husain dan rombongan ke Kufah sebagai tawanan. Mereka, yang terdiri atas wanita dan anak-anak, termaksud dirinya yang masih berusia 11 tahun, dalam keadaan terbelenggu rantai. Mereka menghadapkan Ali Zaenal Abidin yang masih keadaan terbelenggu ke hadapan Gubernur Kufah, Ubaidillah bi Ziyad, ibnu Ziyad bertanya,
“Siapa namamu?”
“Aku Ali bin Husain.”
“Bukankah Allah telah membinasakan Ali bin Husain?”
“Saya mempunyai saudara bernama Ali juga. Ia telah dibunuh orang,” jawab Ali dengan berani.
“Allah yang telah membinasakannya,” kata Ibnu Ziyad.
Alai menjawab dengan kalimat Al-Quran, “Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya. Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati, kecuali dengan ijin Allah.”
Ibnu Ziyad menimpalinya dengan sangat marah, “Engkau berani menjawab ucapanku? Demi Allah, engkau akan seperti mereka!”

Kemudian ibnu Ziyad memerintahkan agar Ali dibunuh. Namun, Sayyidah Zainb segera memeluk dan melindunginya,seraya berkata kepada Ibnu Ziyad, “Wahai Ibnu Ziyad, cukup sudah keluarga kami yang kau bunuh! Bukanlah engkau telah meminum darah kami? Demi Allah, aku tidak akan melepaskannya. Jika engkau membunuhnya, bunuhlah pula akau!” Ibnu Ziyad pun mundur dan merasa keder. Lalu ia berkata, “Biarkanlah anak itu untuknya. Sungguh mengherankan ikatan kekeluargaan itu! Aku benar-benar merasa bahwa ia memang ingin aku bunuh bersama kemenakannya itu!

Kemudian Ali bin Husain bersama rombongannya digiring ke Damaskus, tempat kedudukan penguasa Bani Ummayah, Yazid bin Muawiyah. Bersama para tawanan itu, terdapat kepala Sayyidina Husain dan kepala para syahid yang lain. Di hadapan Yazid, kepala-kepala itu di letakkan, termasuk kepala Sayyidina Husain. Kemudian masuklah Ali dalam keadaan terbelenggu bersama tawanan lain. “Wahai Ali, sesungguhnya ayhmu telah memutuskan hubungan denganku, tidak mengetahui hakku, dan menentang kekuasaanku, sehingga Allah berbuat terhadapnya sebagaimana yng engkau lihat,” kata Yazid bin Muawiyah kepada Ali bin Husain. Ali kemudian menjawab dengan kalimat yang ada dalam Al-Quran, “Tiada suatu bencna pun yang menimpa dibumi dan pada dirimu sendiri, melainkan telah tertulis dalam kitab sebelum Kami menciptakannya.”

Diceritakan juga bahwa pada suatu hari,Yazid duduk bersama Ali dalam masjid untuk melakukan shalat. Muadzin bangkit mengumandangkan adzan . ketika muadzin mengatakan, “Allahu Akbar,” Ali mengulanginya Allahu Akbar. Yazid pun tak ketinggalan mengulanginya. Lalu muadzin mengatakan, “Asyhadu an la Illaha Illalah,” Ali mengulanginya, dan Yazid mengikuti sesudahnya. Kemudian muadzin berkata, “Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah,” Ali mengulanginya, begitu pula Yazid. Ali menengok ke arah Yazid dan bertanya, “Siapa Muhammad Rasulullah?” Yazid merasa heran dengan pertanyaan itu. Ia menjawab, ia kakekmu. “Jika engkau tahu ia kakeku, mengapa engkau bunuh keturunannya?” Yazid tidak merasa senang dengan pertanyaan tersebut.

Para ahli sejarah mengatakan bahwa Ali dalam keadaan dirantai masuk bersama para tawanan ke tempat Yazid bin Muawiyah, di istana Khalifah di Damaskus, di Majelis Yazid terdapat utusan Raja Romawi. Utusan itu bertanya, “Siapa para tawanan itu?”
Mereka adalah wanita-wanita keluarga Husain dan putrid-putri Rasulullah SAW. Yang dibelenggu adalah putra Husain, Ali. Utusan itu pun berkata terheran-heran, “Di tempat kami, dalam sebuah lemari di dalam biara, terdapat kuku keledai Isa bin Maryam. Setiap tahun kami menuju kesana. Orang-orang mendatanginya dari berbagai daerah. Mereka mengagungkannya sebagaimana kalian mengagungkan Ka’bah. Bagaiman mungkin kalian melakukan hal ini terhadap keluarga Rasulullah? Bagaimana mungkin kalian membunuh Husain?

Di padang Karbala, gerbang menuju kota Kufah, orang-orang yang dikasihi Ali Asghar bergugurn. Yang tertinggal menjadi tawanan penguasa Bani Ummayah dan digiring ke kota Madinah. Di kota Nabi SAW inilah, Ali Asghar yang masih belia itu mencoba kembali menata hidupnya, walau tidak pernah bisa melupakan sedikit pun peristiwa yang memorak-porandakan keluarganya. Jika terkenang, air matanya mengalir deras. Ia pun tersungkur, bersujud kepada Sang Pemilik Alam. Ali memasrahkan semua kepada-Nya. Tak setitik pun ia menyimpan dalam hati. Namun sebaliknya, ia justru menghadapi dendam politik Bani Ummayah yang tiada berkesudahan, hingga suatu hari nanti, ia pun terbunuh dengan racun yang diumpankan orang-orng keturunan Muawwiyah bin Abi Sofyan itu.
Continue Reading...

Sabtu, 28 November 2009

Oh Bayiku

Bu Mina sedang hamil tua, ia sedang berjalan tertatih-tatih disebuah jalan, seraya selalu terbebani oleh kandungannya yang sudah besar, kemanapun ia melangkahkan kakinya, ia dibebani oleh kandungannya, dijalan, dirumah, berdiri, duduk bahkan tidurpun ia selalu terganggu oleh perutnya, hanya satu harapan yang selalu menghiburnya siang dan malam, "aku akan mendapatkan seorang anak yang akan menjadi kebanggaanku kelak", tak ada seorang ibu yang tidak bercita-cita seperti ini, iapun terus bersabar menahan segala penderitaan yang menimpanya, hingga saat-saat melahirkan pun tiba.

Malam itu hujan turun dengan derasnya, Bu Mina merasakan bahwa kandungannya akan segera lahir, suaminya, Imron berlari dikegelapan malam mencari bidan yang rumahnya agak jauh dan harus ditempuh dengan berjalan kaki, tiada yang mendorongnya untuk berlari di derasnya hujan selain keselamatan bayinya, kalau ia harus melewati lautan api pun akan ditempuhnya asalkan bayinya selamat, ia pun sampai dirumah bidan yang sudah terlelap tidur, ia memaksa bidan untuk mau menolong istrinya, ia rela mengorbankan semua hartanya asalkan bidan mau menolongnya.

Bidan itu dengan enggan mengikuti Imron kerumahnya, ia melayani bidan itu lebih dari pelayanan seorang ajudan terhadap rajanya, ia memayungi bidan seakan-akan jangan sampai setetes pun air hujan membasahi tubuh sang bidan, dengan penuh cemas kalau-kalau sang bidan berubah pikiran untuk membatalkan niatnya, dibiarkannya tubuh yang basah kuyup oleh derasnya hujan, mungkin apabila air hujan itu berupa batu sekali pun ia tak akan memperdulikannya.

Ketika mereka tiba ditujuan, bidan pun menyiapkan segala sesuatunya sementara Bu Mina sudah menjerit jerit menahan sakit. Waktupun berjalan dengan lambatnya, sang suami bercucuran keringat dingin menunggu keadaan yang sangat kritis, terlintas dalam pikirannya betapa indahnya kalau kepedihan sang istri dipindahkan kepadanya. Tak lama terdengarlah tangis seorang bayi yang melengking memecah kesunyian malam yang baru saja reda dari hujan lebat, tak lama bidanpun keluar memeluk sesosok bayi mungil yang masih merah, sementara sang ibu masih tak sadarkan diri, Imron menangis sambil memeluk bayi mungilnya, iapun menghadapkan dirinya kekiblat, lalu mendekatkan mulutnya ketelinga sang bayi, "Allahu Akbar.. Allahu
Akbar, Allahu Akbar.. Allahu Akbar.., Asyhadu An Laa Ilaaha Illallah.., Asyhadu an Laa Ilaaha Illallah.., Asyhadu anna Muhammadurrasulullah..",
ia mengadzankan bayinya sambil bercucuran air mata kegembiraan.

Bayi mungil itu terus diasuh oleh ibunya tanpa mengenal waktu, sang ibu mengatur segala-galanya demi kesehatan bayinya, mengatur kapan waktu bayi itu dimandikan, dengan air yang tak terlalu panas dan tidak pula terlalu dingin, mengatur waktu agar bayi itu terkena matahari dipagi hari, memakaikan pakaiannya, membersihkan tubuhnya, membedakinya, dan segala-galanya lebih dari perhatiannya pada dirinya sendiri, dengan penuh kasih sayang. Sepasang suami istri itu terus mengayomi anak mereka tanpa mengenal bosan, seringkali sang bayi mengganggu tidur mereka, tapi itu semua tidak mengurangi kasih sayang mereka, Mereka menuntunnya berbicara, mengenal nama-nama benda, menuntunnya berjalan, dan mengajarinya semua perilaku kehidupan.

Sang ibu sudah kehilangan waktu untuk merias dirinya, sang ayahpun lupa waktu dalam bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan bayinya. Anak merekapun tumbuh semakin besar, tidaklah sang ayah pergi meninggalkan rumah terkecuali terbayang canda anaknya dirumah, Waktupun berjalan dengan singkatnya. Seorang lelaki tua terbaring disebuah ranjang, ia tersengal sengal menahan detik-detik sakratulmaut, disampingnya duduklah seorang pemuda berambut gondrong dengan perawakan kusam tanpa cahaya keimanan, pemuda itu tak tahu harus berbuat apa atas ayahnya yang sudah di pintu kematiannya, lelaki tua itu hanya memandangi anaknya tanpa mampu berucap apa-apa, pikirannya melayang beberapa puluh tahun yang silam, saat ia berlari-lari ditengah derasnya hujan dikegelapan malam, ia teringat ketika ia berteriak-teriak mengucapkan salam dirumah sang bidan sambil berharap sang bidan mau membantunya, ia teringat pada saat ia mencucurkan airmata kegembiraan dengan memeluk bayi mungilnya, ia teringat tatkala ia mendekap bayi mungilnya, lalu mengadzankan sikecil, lalu menidurkan bayinya dengan senandung kasih sayang.

Kini bayi mungil itu berubah menjadi pemuda gondrong berwajah kusam dan gelap dari cahaya hidayah seakan akan ia ingin berkata.., "Tak kusangka… tak kusangka.., bayi mungilku yang dulu kuadzankan dan kutimang akan seperti ini..., aku tidak mengharapkan apa-apa darimu nak.., tapi bantulah ayah yang kini sedang dipintu kematian", betapa hancur dan pilunya sang ayah yang harus menerima kepahitan hidup yang paling pedih.., menemui kematian dengan meninggalkan anak yang tidak mengenal keimanan, lelaki tua itupun menemui kematiannya dengan menyedihkan, dengan seribu kekecewaan yang terus akan menemaninya dikuburnya.

Pagi hari itu seorang ibu setengah baya sedang duduk diberanda rumahnya
memandangi kedatangan seorang pemuda berbaju putih dengan sarung dan peci yang masih dibasahi air wudhu sambil membawakan terompah ibunya dan menaruhnya dikaki sang ibu, seraya mencium tangan ibunya dan berkata "saya ngaji dulu bu" lalu berlari terburu-buru dan hilang dikegelapan malam, tangan sang ibu masih dibasahi bekas air wudhu anaknya, ibu itu memandangi kepergian anaknya sambil termenung, Segala puji bagimu wahai Allah, aku ridho terhadap anakku, limpahkan kasih saying Mu atasnya.., tanpa terasa ibu itu mencucurkan airmata kegembiraan melihat keadaan anaknya..,

Maka turunlah limpahan rahmat dari Yang Maha Agung terhadap pemuda itu, terhadap ibunya dan ayahnya, mereka terus dinaungi kasih sayang Nya hingga mereka satu persatu dipanggil ke hadapan Nya.

Termasuk sosok anak yang manakah dirimu wahai pembaca....?

Semoga bermanfaat untuk kita semua,

Amin..
Continue Reading...

MUNAJAT DALAM KEGELAPAN

Ketika sanubariku keruh dan terbenam dalam gelapnya kesulitan dan kesempitan, sanubariku meraung menahan sakitnya benturan-benturan permasalahan yang bagaikan hujan lebat terus mendera tubuhku, aku berusaha menghindar dan menyelamatkan diri, namun hantaman hantaman kesulitan tindih-menindih membuatku roboh tak berdaya, panca inderaku gelap tak memiliki rasa, mataku terbuka dan seluruh pemandangan berubah menjadi selubung pekat yang mengerikan, telingaku mendengar suara-suara namun mendadak bagaikan dihambat dengan ketulian yang kelam, alam pemikiranku lumpuh, kedua telapak tangan dan jari jariku bergetar, hatiku bagai hangus terbakar oleh gemuruh lahar kerisauan..

Apa yang bisa kuperbuat ? Aku tidak tahu, semua jalan keluar yang kutempuh tertutup rapat, semua orang masa bodoh atas kesulitan dan raunganku, seakan aku hidup sendiri di alam ini. Aku rebah terhenyak, tiba tiba terdengarlah suara lirih dari Firman Tuhanku.. “WA NAADAA FIDHULUMAAT.. AN LAA ILAAHA ILLA ANTA.., SUBHANAKA INNIY KUNTU MINADDHAALIMIIN.., FASTAJABNAA LAHU WANAJJAYNAAHU MINAL GHAMMI WAKADZAALIKA NUNJIYYIL MU’MININ..” Aku tersentak kaget.. ah.. Kisah Yunus as.., ketika Allah swt menceritakannya dengan jelas,
“DAN DIA (Yunus) MEMANGGIL (KU) DALAM KEGELAPAN.. BAHWA TIADA TUHAN SELAIN ENGKAU, MAHA SUCI ENGKAU.. SUNGGUH AKU TERMASUK ORANG YG DHALIM.., MAKA KAMI MENJAWAB DOANYA, DAN KAMI MENYELAMATKANNYA DARI KEGUNDAHAN DAN PERMASALAHAN DAN DEMIKIAN PULA KAMI MENYELAMATKAN ORANG ORANG MUKMIN” (Al Anbiya 87)

Betapa sempit dan adakah lagi kesempitan dan kebingungan lebih dari yang menimpa Nabiyullah Yunus as saat itu, ditelan oleh seekor ikan raksasa dan hidup merangkak didalam perut hewan itu, betapa busuknya, betapa gelapnya, betapa sempit dan kalutnya Yunus as saat itu, ditelan oleh seekor ikan besar dan dibawa kepada kedalaman Samudera raya. Ia tak mungkin memanggil siapapun, tak pula bisa berbuat apapun, namun cerita ini dikisahkan kembali oleh Nya seakan Dia berseru : Akulah Raja Tunggal Maha Penguasa Kegelapan Samudera, Akulah yang Maha Menemaninya saat ia dalam kesendirian, Aku Maha Tunggal Mendengar tangisannya yang terbenamkan dalam pekatnya Samudera, Masihkah ada selainku yang mendengar panggilannya? Saat itu memang sudah tak ada lagi yang bisa diharapkan selain Nya, maka Dia menceritakannya dengan indah : “Maka ia Memangil manggil Ku dalam kegelapan..”, kegelapan perut ikan, kegelapan perasaan, kegelapan masalah yang terpekat, “Ia memangil-manggil Ku dalam kegelapan. Tiada Tuhan Selain Mu, Maha Suci Engkau, sungguh aku dari kelompok hamba yang dhalim..”

Tak ada keselamatan dari Siksa Nya selain dengan Kalimat Tauhid, sebagaimana Hadits Qudsiy yang berbunyi : “Laa ilaaha illallah adalah Benteng Ku, barangsiapa yang mengucapkannya maka ia masuk dalam benteng Ku, barangsiapa masuk dalam benteng Ku maka ia aman dari siksa Ku”.
Maka Yunus as memulai doanya, memanggil mangil Maha Raja Penguasa Samudera Kegelapan dan Maha Menemani setiap kesendirian, Maha Raja Yang Menciptakan Terang Benderang dan Kegelapan di Kerajaan Alam Semesta, ia memulai doanya dengan “Laa ilaaha illan anta” Tiada Tuhan selain Engkau. Lalu Yunus meneruskan doanya dengan mensucikan Allah.. bertasbih kepada Allah.. Dia Yang Tak satupun menghalangi Pandangan Nya, Maha Suci Raja Yang selalu disucikan selamanya oleh sekalian Alam. Dan Dia pula telah berfirman : “KALAU BUKAN KARENA IA (Yunus) ORANG YG SUKA BERTASBIH MENSUCIKAN ALLAH, NISCAYA IA AKAN TETAP DIDALAM PERUT IKAN ITU HINGGA HARI KEBANGKITAN”.

Maka Yunus meneruskan doanya dengan kalimat SUBHANAKA maha suci Engkau.. Inniy kuntu minaddhaalimiin.. sungguh aku termasuk golongan orang yang dhalim.. (Yunus as marah dan meninggalkan ummatnya sebelum diizinkan Allah), Ia mengadu, mengaku, dan berharap cemas semoga Maha Pemelihara Tunggal ini masih memaafkannya, maka Dia Allah meneruskan firman Nya, MAKA KAMI TERIMA SERUANNYA, DAN KAMI MENYELAMATKANNYA DARI KESULITAN.. Ah.. betapa tak berartinya seluruh musibahku ini dibanding orang yang ditelan hewan raksasa lalu dibawa tenggelam ke Dasar Samudera.. muncul harapan dihatiku.. berarti aku harus banyak mengucapkan kalimat Tauhid, Tasbih dan mengakui kesalahanku pada Nya, Niscaya Dia akan menolongku dari kesulitan ini.. Tiba tiba batinku merintih lagi.. ah.. tak mungkin.. itukan untuk Nabi Yunus.., siapakah aku hingga akan pula akan ditolong Allah?, ini hanyalah kekhususan Yunus as, Nabi Allah, tiba tiba aku teringat akhir ayat itu.. WA KADZALIKA NUNJIYYIL MU’MINIIIN, dan begitupula kami menyelamatkan orang orang yang mukmin. Maha Suci Engkau Wahai Menyingkap kegelapan malam dan membuatnya terang benderang, beribu hati gelap dan pekat telah pula kau singkapkan kesedihan mereka dengan pengabulan doa hingga hati gelap dan kelam itu berubah menjadi terang benderang dengan kegembiraan oleh Matahari Keluhuran Mu.. Kau simpan rahasia kelembutan Mu dalam ayat pendek ini.., bahwa Kau Maha Siap mengulurkan jari jari takdir kelembutan yang memutus rantai rantai takdir Mu yang mencekik dan menghanguskan sanubari ini dengan Munajat dan Doa kami, sebagaimana Hadits Nabi Mu saw, “Tiadalah Yang Mampu menolak ketentuan Nya, selain Doa”. Hanya doa dan rintihan di Pintu Kemegahan Mu yang akan menyingkirkan segala kesulitan ini.. Maka aku bermunajat Sebagaimana Munajat Nabiku Muhammad saw : Wahai Allah,
Demi orang orang yang bermunajat meminta kepada Mu, Demi orang orang yang bersemangat menuju keridhoan Mu, dan juga demi doa Yunus as dan seluruh pemiliki sanubari luhur yang menginjak Bumi Mu dari zaman ke zaman, Demi berjuta telapak tangan yang telah terangkat bermunajat pada Mu, Demi Doa Yunus ketika didalam perut hewan raksasa di dasar Samudera.. Yang sebab doanya lah kau bukakan Rahasia pertolongan Mu, dan demi Keteguhan Ibrahim as yang membuat api Namrud menjadi tunduk dan dingin.. dan Demi Munajat Nabi Muhammad saw, yang merupakan

Munajat Terluhur dari seluruh Munajat Hamba Mu di Kerajaan Alam Semesta,
bebaskan Aku dari segala kesempitan.., bebaskan aku dari dasar samudera kesulitan yang membuatku tenggelam dan Buta dari kegembiraan, yang membuatku ditelan oleh dosa dan merangkak diperut dosa yang penuh dengan busuknya bangkai kehinaan dalam keadaan Lumpuh dari harapan, akulah hamba yang merangkak diperut dosa.. ditenggelamkan ke dasar Samudera kesulitan.. memanggil manggil Nama Agung Mu.. memanggil manggil satu satunya gerbang harapan bagi para pendosa.. selamatkan aku dari segala kesulitan..

Tiada Tuhan Selain Engkau.. aku tak akan menyembah selain Mu.. tak pula akan sujud pada selain Mu.. penghambaanku hanya untuk Mu.. tak pula akan memilih Tuhan Lain selain Mu.. bila muncul dihadapanku Tuhan lain dengan menyiapkan seluruh kenikmatan dan kemewahan abadi diahadapanku.. niscaya kuhempaskan dan kutolak seluruh anugerahnya, aku akan berpaling dan berlari kepada Mu.. Menuju Tuhanku Yang Maha Tunggal.. Tetap Engkau Maha Tunggal Tuhanku.. hanya Engkau Rabbiy. . hanya Engkau Pilihanku.. hanya Engkau..

Maha Suci Engkau dengan segala kesucian.. maka singkirkanlah segala kesulitan ini sebagaimana Ibu yang menepiskan bekas noda dari wajah bayinya.. Rabbiy.. Rabbiy.. Sungguh aku telah berbuat kedhaliman.. sungguh aku telah mengingkari perintah Mu.. namun kemana aku akan pergi menyelamatkan diri kalau bukan kepada Mu? Demi Keluhuran Muhammad saw.. Demi Munajat Muhammad saw.. Demi Keindahan Muhammad saw.. Demi Kewibawaan Muhammad saw.. Demi Mukjizat Muhammad saw.. Demi Syafaat Muhammad saw.. Yang kesemua itu mencerminkan Keindahan Mu dan Kesempurnaan Mu Rabbiy, Maka Maha Suci Engkau dan segala Puji atas Mu Tuhan sekalian Alam..

Semoga bermanfaat untuk kita semua,
Amin..
Continue Reading...
 

Followers

wolles world Copyright © 2009 WoodMag is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template